This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 29 Januari 2008

Indonesia Di Jordania

Wajah Indonesia di Yordania


Oleh Wartawan ”SH”
HERMAN HAKIM GALUT

AMMAN —- Tanggal 25 September 2003, misi kebudayaan Indonesia yang diwakili kelompok seni Griya Seni Ekayana yang berbasis di Jakarta mementaskan sejumlah tarian dan lagu tradisional Indonesia di depan Princes Sumaya El-Hassan atas nama ayahnya Prince El-Hassan bin Talal dan Dubes Indonesia untuk Yordania Ribhan A. Wahab. Undangan memadati gedung kesenian Al-Hussein Cultural Center. Keesokan harinya, kelompok ini tampil di sebuah sekolah elite di Amman.

Acara dibuka dengan pementasan tari Langgam Jakarta. Pada bagian akhir tarian, dua penari menyerahkan bingkisan kepada Princes Sumaya, selaku dewan pembina hubungan kebudayaan antara Indonesia dan Kerajaan Yordania. Acara berlanjut dengan pementasan tarian Tambulilingan dari Bali, disusul lagu-lagu tradisional, lalu Galuik Piring dari Sumatera Barat, Ganjen Kipas dari Jakarta, Trunajaya dari Bali, Jaipong dari Jabar, Saman dari Aceh.

Penonton tertarik pada masing-masing tarian. Namun, karena ”tata letak” acara kurang sesuai tuntutan psikis untuk suatu tontonan misi kebudayaan, penampilan secara menyeluruh dari pementasan dua jam itu, boleh dikatakan kurang memuaskan.

Misalnya saja. Sembilan lagu tradisional yang kesemuanya diborong Yoppy, tidak memberikan greget sedikit pun kepada penonton karena untaian acaranya yang kurang pas menyebabkan daya tariknya hilang.

”Pementasan ini adalah politik kebudayaan,” kata wartawan SH dalam percakapan dengan seorang diplomat Indonesia seusai pementasan. Jadi, teknik pementasannya harus berdasar pada kaca mata politik negara (baik Indonesia maupun Yordania sebagai tuan rumah) dengan tidak harus mengorbankan seni. Tema pembicaraan selanjutnya berpusat kepada keluhan mengapa Tarian Saman yang sangat dinamik, tempo gerak tinggi, kompak, ekspresif, dan teatrikal ini harus diletakkan pada bagian akhir acara ketika sebagian besar tamu VIP meninggalkan pementasan?

Mengapa misi kebudayaan kita masih terkungkung pada hegemoni kebudayaan dengan mengidentikkan diri lewat tarian lemah gemulai dari Jawa? Tarian Jawa perse adalah sangat indah, eksotis, incredible, anggun, klasik dan adiluhung. Namun, akan sangat membosankan apabila dalam sebuah misi kebudayaan, tarian Jawa yang sebagian besar berlatar belakang Hindu itu mendominasi seluruh acara.

Seorang diplomat perempuan Republik Rakyat Cina sangat mengagumi tarian Indonesia meski dari raut muka dan sorot matanya mengisyaratkan etika diplomat ketika kepadanya ditanyakan apa pendapatnya tentang acara itu secara keseluruhan.

Dia hanya tertawa saja

Sebagai misi kebudayaan, seluruh penampilan itu baik adanya. Artinya, Departemen Luar Negeri dan departemen terkait di Indonesia harus merumuskan secara persis apa formula yang pas untuk menampilkan wajah Indonesia di luar negeri secara kebudayaan.

Belum Memuaskan

Namun, apalah arti sebuah keberhasilan misi kebudayaan negara apabila keberhasilan itu tidak didukung fakta yang hidup dalam hubungan antar-negara. Katakankah antara Indonesia dan Yordania.

Dalam percakapan Dubes Wahab dengan wartawan Indonesia, dia mengakui sejumlah hal yang belum memuaskan dalam hubungan kedua negara. ”Dalam sebuah kasus kita temukan, kontainer berisi furniture yang diimpor dari Indonesia sudah berlumut. Singkatnya sudah rusaklah,” kata Dubes Wahab. Dalam sebuah kasus yang lain disebutkan, seorang pengusaha Indonesia tidak membayar utang sebesar US$ 15 juta kepada rekan bisnisnya di Yordania. ”Kalau sudah utang ya..utang. Ini, malah dibawa ke pengadilan. Ruwet jadinya,” kata Dubes. Dia meminta dengan sangat untuk merahasiakan nama orang dan perusahaan yang terlibat dalam kasus ini.

Ini di sektor perdagangan. Sektor tenaga kerja lebih gawat lagi. Tenaga Kerja Indonesia di Yordania berjumlah 5.000 orang. Sebagian besar di antaranya pembantu rumah tangga. Setiap hari KBRI di Amman menampung TKW bermasalah. Celakanya lagi, diplomat Indonesia harus merogoh kantong pribadi untuk memberi makan TKW. Mereka tinggal sementara di KBRI dengan menempati sebuah kamar besar di basement. Kamarnya cukup mewah, bahkan sangat mewah untuk ukuran TKW.

Menurut Firdaus Dahlan, atase ekonomi KBRI, pemerintah c/q Deplu membentuk sebuah mekanisme kerja yang mengintegrasikan beberapa departemen ke dalam sebuah tim kerja. Ujung tombaknya adalah KBRI yang bertindak sebagai penengah antara penyedia tenaga kerja di Indonesia dan majikan di Yordania. Paling tidak, KBRI menjadi semacam penasihat hukum dalam hubungan kerja TKW dan majikan mereka di Yordania. Firdaus memberikan contoh formulir kontrak kerja kepada wartawan. ”Mari kita belajar dari Sri Lanka. Di bandar udara, paspor mereka diperiksa. Kalau belum beres, dipulangkan,” kata Firdaus.

Masalah utama yang menimpa TKW adalah pemalsuan alamat, nama dan paspor. ”Bayangkan hebatnya cara kerja agen tenaga kerja di Indonesia. Mereka bisa menaruh foto di paspor orang lain. Jadi, paspornya tidak palsu, tetapi foto orangnya dipalsukan,” demikian pengakuan sejumlah karyawan KBRI baik yang local staff maupun home staff.
Firdaus mengatakan, sulit bagi tim pemantau untuk mengecek alamat dari TKW bermasalah karena data dipalsukan. Di sinilah letak kesulitan semua KBRI di luar negeri bahkan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sendiri.

Dipersulit Sendiri

Pengalaman yang dipetik dari pementasan misi kebudayaan, kasus bisnis antara pengusaha Indonesia dan Yordania, dan keterkatungan nasib TKW di Yordania akhirnya bermuara pada satu hal: secara pribadi, orang Indonesia itu sangat hebat, dikagumi dan dihormati. Namun, secara institusi, orang Indonesia dipersulit oleh sesama Indonesia. Analoginya terlihat pada tari dalam misi kebudayaan yang dipentaskan di Amman itu. Tarian perse dikagumi orang asing, namun menjadi tontonan yang membosankan apabila tarian-tarian itu dikemas dalam paket pertunjukan. Ya itu tadi....ingat diri, ingat suku.

Di atas segalanya, melihat kerja diplomat Indonesia di KBRI Amman, besar kemungkinan dalam misi kebudayaan selanjutnya, segalanya berubah. Titik tolak perubahaan adalah pergeseran persepsi terhadap apa yang disebut Indonesia yang selama ini diidentikkan dengan gemulai, kemayu, dan lamban. Padahal, orang Indonesia bisa selincah penari Saman dari Aceh.
Share:

Imigran Gelap

Sponsor

Berita DEKHO

Recent Posts